Minggu, 11 Januari 2009

Mas Edy; Di antara Lukisan Airbrush dan Lukisan Kaca

Mas Edy;
Di antara Lukisan Airbrush dan Lukisan Kaca
Gedung Kesenian Societeit de Harmonie – Makassar , 4 - 7 Agustus 2004

Tentang Proses Olah Seni Mas Edy !

Pameran bagi seorang seniman tidak hanya merupakan penyajian terhadap karya yang telah dihasilkannya dalam satu kurun waktu proses kreatif tertentu tetapi juga merupakan awalan untuk proses yang selanjutnya. Apa yang akan diperbuat selanjutnya mungkin merupakan misteri yang tidak mungkin diketahui, bahkan bagi senimannya sendiri.

Dalam konteks pameran ini, kata ‘misterius’ digunakan sebagai wacana yang mengiringi proses kreasi Mas Edy (panggilan akrab Edy Soeprapto) yang tercermin dalam karya-karyanya. Mas Edy dalam mengarungi proses olah seninya, tidaklah bergerak dalam satu alur proses kreatif saja dengan kecendrungan lurus, akan tetapi dari perjalanan berkeseniannya ia secara dinamis bergeser dari satu alur proses ke alur proses kreatif lainnya.
Hal ini tiudak hanya dilakukannya sebagai upaya perambahannya di dunia seni dalam mencari alternative berbagai media ungkap, tetapi juga sikap Mas Edy yang dengan berani melepaskan diri dari keharusan untuk tetap pada satu alur gagasan kreatif saja. Sehingga yang tampak dalam setiap periode berkeseniannya, muncul berbagai hasil olah seni dengan pemanfaatan berbagai media ungkap, yang ternyata memposisikan Mas Edy sebagai seniman yang ‘kaya’ dalam media ungkap. Sebutlah misalnya kemampuannya dalam menguasai teknik kuas, airbrush dengan memanfaatkan pen brush (spoit), sampai pada melukis di atas kaca dengan teknik grafir.

Dan, apa yang tersaji pada pameran kali ini sebaiknya dipahami sebagai sebuah ‘proses’ dari sekian banyak proses yang mesti dilalui oleh setiap insan manusia, khususnya bagi seorang seniman dalam pengembaraan mencari jati dirinya.
Akhirnya, aktivitas dan kreativitas manusia senantiasa terkait dengan perjalanan waktu dan perubahan ruang. Wilayah kreativitas seni disepanjang zaman tidak mengenal batasan atau tempat pemberhentian, kecuali manusia yang menekuninya yang harus tertib pada hukum waktu.
Salam Apresiasi dan Selamat Berpameran!!!

Makassar, 18 Mei 2004

Pangeran Paita Yunus
Pengajar pada Jurusan Seni Rupa FBS Universitas Negeri Makassar /
Kurator Galeri Seni Rupa ‘Colli PakuE’
Dunia Mas Edy, Sebuah Wawancara

Mas Edy lahir dan dibesarkan di lingkungan keluarga yang tergolong kurang mampu di Sidoarjo – Jawa Timur, ia merupakan anak ke dua dari lima bersaudara. Kedua orang tuanya bercerai ketika ia masih kecil. Ia dilahirkan dari keluarga yang cinta akan seni tradisional. Ibunya adalah seorang pemain ‘ludruk’ sedang bapaknya juga aktif sebagai penari ‘reog’ dan ‘kuda lumping’. Masa kecil Mas Edy tidak bisa terlepas dari anak zaman dimana kesenian tradisional itu berkembang, bahkan ia terlampau akrab dan terlibat dalam eksistensi kesenian tersebut.
Mas Edy telah menampakkan bakat menggambarnya pada masa kanak-kanak, sejak kelas IV SD.
Selain melukis di atas kanvas dan di atas media kaca, Mas Edy saat ini lebih dikenal sebagai pe-brusher (sebutan bagi orang yang bergelut dibidang media airbrush) dengan tema dan pengembangan gagasan yang cemerlang yang membedakannya dengan pe-brusher yang ada di Makassar.
Pengalaman-pengalaman yang diperolehnya selama bereksperimen dengan media airbrush maupun dengan kaca, banyak membantu dalam proses pencarian jati dirinya sebagai pe-brusher yang cukup dikenal di kota Makassar. Yang lebih berarti lagi adalah konsep yang melandasi beberapa karya yang dihasilkannya, terutama mengangkat idiom-idiom, perlambangan ke dalam ekspresi rupa yang tidak lagi terkurung dalam pakem-pakem kesenirupaan yang lazim. Selain itu, metode pengejawantahan lukisan airbrush dan kacanya tidak lagi menggunakan acuan ataupun patron/mall, ia langsung berekspresi saat sebuah obyek mulai digarap. Bahkan belakangan ini, Mas Edy dalam berekspresi tidak lagi menggunakan sketsa awal, berkarya lebih secara intuitif dan spontan.

Istilah Airbrush (Inggris) diambil dari kata latin air yang berarti udara atau angin; brushes yang berarti alat sikat atau kwas. Arti seutuhnya, airbrush adalah alat khusus yang relative kecil yang memiliki semacam jarum atau mata pena (pen brush) untuk menyemprotkan cat melalui percikan dengan bantuan tekanan udara.
Teknik airbrush ini pertama kali ditemukan oleh Charles Burdick pada tahun 1893 ketika ia mengalami kesulitan untuk menemukan medium yang diperlukan untuk suatu proyek besar yang harus ia selesaikan. Sehingga Charles Burdick harus berpikir bagaimana memproduksi mostlysuper-realistic pictures.

Berikut hasil wawancara lisan dan beberapa pertanyaan tulisan dengan Edy Soeprapto (kami biasa menyapanya Mas Edy), sebagai salah satu kelengkapan untuk menyertai pameran tunggalnya di Gedung Kesenian Societeit de Harmonie Makassar, 4 – 7 Agustus 2004, yang didukung oleh Badan Kerjasama Kesenian Indonesia (BKKI) Kota Makassar. Berikut petikannya.

• Anda lahir di mana dan tanggal berapa ?, Ceritakan sedikit tentang keluarga anda!
Saya dilahirkan di Sidoarjo Jawa Timur pada tanggal 28 Pebruari 1968. berasal dari keluarga yang akrab dengan kemiskinan. Saya sendiri adalah anak ke-2 dari 5 bersaudara, kedua orang tua saya bercerai ketika saya masih kecil.

• Bisakah anda ceriterakan dari mana bakat melukis anda, dari kakek atau Ayah atau siapa!
‘darah seni’ diwariskan oleh ibunda tercinta yang asli Gowa-Palopo. Dulunya beliau pernah bergabung dalam kelompok teater rakyat Jawa Timuran ‘Ludruk’. Selain di militer, bapak yang asli Jember, juga aktif sebagai penari ‘reog’ dan ‘ kuda lumping’.

• Tolong ceriterakan sejak kapan anda mengenal seni lukis (kesenian) !
Sejak kelas VI SD, memasuki SMP

• Selain karena hobby melukis, apakah ketertarikan anda pada airbrush juga terkait dengan masalah ekonomi?
Saya tidak ingin membohongi diri sendiri atau munafik. Factor ekonomi memang yang banyak mempengaruhi hingga mendorong saya beralih dari kuas ke airbrush. Tapi factor itu bukanlah menjadi tujuan utama atau tujuan hidup saya. Artinya bila saya bisa mengatasi factor yang satu ini, artinya bisa melengkapi segala kebutuhan saya untuk berkarya, misalnya bisa membeli segala peralatan untuk berkarya, maka pada akhirnya juga memberi keleluasaan, ketenangan bagi saya tanpa harus lagi terbebani dengan harga-harga kanvas, cat, dan kebutuhan lainnya. Jadi inilah cara saya beproses dalam berkesenian. Kalaupun pada akhirnya saya memilih ‘airbrush’ sebagai lahan berkesenian saya, semata-mata karena sikap profesionalisme saya mulai tumbuh sejalan dengan kepercayaan dan antusiasme masyarakat penikmat airbsrush itu sendiri, dan akhirnya menuntut saya untuk memilih.

• Apa yang mendorong anda sehingga tertarik menggeluti seni lukis air brush ini !
Interaksi langsung antara karya saya dengan penikmat airbrush. Misalnya pada badan kendaraan motor atau mobil. Di sini saya merasakan suatu kepuasan yang tak ternilai. Melihat karya saya di bawa kemana-mana oleh si penikmat tadi. Kemudian teknik airbrush itu yaris tak terbatas medianya, semua bisa digarap kecuali langit dan laut.

• Jikalau mengamati karya –karya airbrush anda, terlihat rata-rata berangkat dari unsur modern (kartun, bendera amerika, tengkorak, burung elang, dan lain-lain), pernahkah terpikirkan oleh anda untuk memadukan antara unsur modern dengan tradisional ?, contohnya !
Memang untuk sementara ini saya masih mendahulukan ide-ide dari penikmat (pemesan). Tetapi dalam hati kecil saya selalu ada keinginan-keinginan yang tidak dibatasi oleh ide-ide tadi. Tema-tema social, keterbelakangan, ketidakadilan, etnik, budaya bahkan kekotoran-kekotoran kalangan elit politik, selalu mengganggu nurani saya untuk mengangkat tema-tema tersebut. Saya bisa berikan dua contoh 2 (dua) contoh karya saya di atas kaca relief. Seorang gadis penari Bali sedang berdandan. Saya beri judul “Balinesse”. Yang kedua yaitu “Satrio Pininggit”. Di karya ini saya gambarkan seekor monyet berjas, berdasi dan berkaca mata. Berlatar bendera merah putih layaknya seorang presiden.
Sebenarnya itu semua adalah bentuk protes saya kepada sebagian masyarakat Jawa yang terlalu mengagungkan primbon-primbon atau pun ramalan akan datangnya “Satrio Pininggit”, seorang pemimpin yang sempurna dan ideal. Tetapi melihat suasana Negara kita yang kian amburadul, mungkin sah-sah saja saya menuangkan semua itu lewat kayra “Satrio Pininggit”, karena bagi saya sekarang ini sudah terlalu susah untuk membedakan manusia dan hewani.

• Apa yang membedakan karya airbrush anda dengan karya pe-brusher lainnya! (yang menjadi ciri khas anda) !
Kalau sekarang ini saya cenderung melukis tanpa alat Bantu berupa maal, mungkin itu yang sedikit membedakan saya dengan saudara-saudara saya sesama pe-brusher. Dan itulah hakekat airbrush yang tidak bisa disamakan dengan Advertising yang selalu terpaku pada maal dan ukuran-ukuran tanpa menuntut kedetailan. Sementara airbrush memang membutuhkan kedetailan, spontanitas sepuhan, dan cenderung mengharamkan alat Bantu

• Jikalau mengamati karya lukis anda, rata-rata dikerjakan di atas kaca. Bukankah masih terdapat kemungkinan untuk menggantikan kaca dengan bahan serupa!
Untuk lukisan kaca saya telah membuat sekitar 20-an karya, itupun karya pesanan. Dibanding lukisan di atas kanvas atau plat masih tertinggal jauh. Jadi jikalau dikatakan rata-rata, tidak juga.
Disini kadang terjadi juga kejenuhan-kejenuhan dalam diri saya yang sepanjang tahun melayani order demi order. Di saat jenuh itu terkadang muncul ide-ide gila bahkan pikiran-pikiran kotor dalam berkarya. Saya sendiri harus menerima kalau semua teman-teman menjuluki saya ‘orang gila’ atau ‘Jawa gila’ atau ‘ Jawa rotasa’.
Kaca itu sebenarnya hanya untuk sebenarnya hanya untuk eksperimental saja bagi saya. Meskipun saya bukanlah orang pertama yang melukis di atas media kaca ini. Dengan peralatan saya yang masih minim, saya belum terlalu berani menuju ke sana. Dan untuk pertimbangan kesehatan, saya sementara ini vakum dulu, karena terlalu riskan bagi kesehatan terutama paru-paru. Dan meskipun media ini mempunyai prospek yang cukup bagus, saya belum punya cukup keberanian dengan peralatan yang saya miliki sekarang. Mungkin besok atau lusa….. ah..ah…ah.

• Apakah cermin juga bisa dimanfaatkan!
Ada beberapa karya di atas cermin, kaca rayban. Salah satunya ‘Potret Bung Karno; dan ‘Dewi Kwan Im’.

• Jikalau mengamati karya anda, saya bisa membagi dalam dua kategori yakni: karya pesanan dan karya murni untuk seni. Bagaimana tanggapan anda !
Ya.

• Dalam berkarya airbrush, kesulitan apa yang anda rasakan? Apa pada detail ? atau pada bagian apa?!
Mungkin karena kenekatan dan kecendrungan saya memakai teknik ‘freehand’. Kesulitan biasanya saya dapatkan pada bagian mata.

• Bagaimana tanggapan/respon masyarakat (penggemar otomotif, pemerintah daerah, masyarakat umum) terhadap karya airbrush?
Respon semakin baik, semakin meningkat, khususnya dari pihak polisi lalu lintas. Tidak segarang dulu lagi menyoalkan warna atau pun perubahan warna kendaraan. Belakangan bahkan banyak aparat yang tertarik membawa kendaraannya ke studio saya. Kemajuan !

• Pendapat anda, bagaimana posisi lukisan kaca dalam perkembangan seni lukis di Indonesia sekarang dan di masa mendatang ?
Saya tidak berani mengeluarkan pendapat untuk media ini.

• Apa obsesi (keinginan yang belum tercapai) anda sebagai seorang pe-brusher ?!
Obsesi saya sederhana saja. Saya ingin airbrush mendapat tempat, pengakuan dan bersanding dengan aliran-aliran lain, insya Allah !.

Pertanyaan tambahan:

• Berapa lama waktu yang anda butuhkan dalam melukis 1 (satu) obyek
Untuk badan kendaraan , motor kurang lebih 3 hari per unit, sedang mobil membutuhkan waktu 1 minggu per unit. Untuk lukisan di atas kanvas masih tergantung pada ukuran kanvas.

• Pada bidang apa saja anda bisa melukis dengan menggunakan airbrush ?
Hampir semua bidang dan media kecuali langit dan laut … ah…ah..ah.

• Berapa biaya yang mesti dikeluarkan oleh pemesan terhadap sebuah karya yang anda buat?
Untuk motor bebek sekitar Rp. 750.000 – Rp. 1.500.000.-, sedang untuk mobil Rp. 3.000.000 – Rp. 5.000.000.- itu pun tergantung pada tingkat kesulitan obyek dan motif yang diingini oleh pemesan.



Makassar, 17 Juli 2004


Pangeran Paita Yunus
Kurator Seni Rupa
Galeri Colli Pakue FBS Universitas Negeri Makassar

Tidak ada komentar:

Posting Komentar